Cerita remaja India yang selamat dari ameba pemakan otak manusia
Berkat iklan layanan masyarakat di media sosial, nyawa seorang remaja India dapat terselamatkan dari penyakit ameba pemakan otak yang langka.
Sedemikian langkanya penyakit itu, dia merupakan orang kesembilan di dunia yang selamat dari penyakit tersebut.
Afnan Jasim, 14, diperkirakan terjangkit ameba pada Juni lalu setelah dia berenang di kolam renang di Negara Bagian Kerala.
Dokter yang menangani Afnan mengatakan bahwa ameba pemakan otak – yang disebut Naegleria fowleri – kemungkinan masuk ke tubuh remaja itu dari air yang telah terkontaminasi.
Meningoensefalitis Ameba Primer (PAM), penyakit yang disebabkan oleh ameba tersebut, memiliki angka kematian sebesar 97%.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, antara tahun 1971 dan 2023, hanya delapan orang yang selamat dari penyakit ini di empat negara – Australia, AS, Meksiko, dan Pakistan.
Dalam semua kasus, gejalanya baru diketahui antara sembilan jam dan lima hari sejak terjangkit. Penanganan dalam periode itu berperan penting dalam pemulihan mereka.
Pakar medis mengatakan bahwa pengobatan tepat waktu adalah kunci untuk menyembuhkan penyakit ini. Gejala PAM meliputi sakit kepala, demam, mual, muntah, disorientasi, leher kaku, kehilangan keseimbangan, kejang dan/atau halusinasi.
Ameba diketahui memasuki tubuh manusia melalui saluran hidung dan bergerak melalui lempeng kribiform untuk mencapai otak. Lempeng itu terletak di dasar tengkorak.
Fungsinya mentransmisikan saraf penciuman guna mengaktifkan indera penciuman.
“Parasit tersebut kemudian melepaskan berbagai bahan kimia dan menghancurkan otak,” kata dokter Abdul Rauf, yang merawat Afnan.
Kebanyakan pasien meninggal karena tekanan intrakranial – yang dilakukan cairan di dalam tengkorak dan jaringan otak.
Ia menambahkan, ameba tersebut ditemukan di danau air tawar, terutama di air yang bersuhu hangat.
Hal terbaik yang harus dilakukan, katanya, adalah menghindari perairan yang terkontaminasi.
Di kolam renang sekalipun, masyarakat disarankan untuk menjaga mulut tetap berada di atas permukaan air.
“Klorinasi sumber air sangat penting,” tambah dokter Rauf.
Sebuah makalah penelitian yang diterbitkan di Negara Bagian Karnataka, India, juga melaporkan kasus-kasus bayi di India dan Nigeria yang terjangkit ameba berbahaya dari air mandi.
Sejak 1965, sekitar 400 kasus PAM telah dilaporkan di seluruh dunia, sementara di India sejauh ini hanya terdapat kurang dari 30 kasus.
“Kerala melaporkan kasus PAM pada 2018 dan 2020. Tahun ini telah tercatat sekitar lima kasus sejauh ini,” kata dokter tersebut.
Afnan mulai mengalami gejala tersebut lima hari setelah dia berenang di kolam renang setempat di Distrik Kozhikode. Dia mengalami kejang dan mulai mengeluh sakit kepala parah.
Orang tuanya membawanya ke dokter, namun Afnan tidak kunjung membaik.
Tapi ayah Afnan, MK Siddiqui, 46, terpikir untuk menghubungkan gejala-gejala yang dialami putranya dengan sesuatu yang dia baca di media sosial.
Siddiqui, yang merupakan seorang peternak sapi perah, mengatakan dia membaca tentang dampak virus Nipah di media sosial ketika dia menemukan informasi tentang ameba pemakan otak yang mematikan.
"Saya membaca sesuatu tentang kejang yang disebabkan oleh infeksi. Setelah Afnan mengalami kejang, saya segera membawanya ke rumah sakit setempat," kata Siddiqui.
Ketika kejang Afnan tidak kunjung berhenti, Afnan dibawa ke rumah sakit lain. Namun rumah sakit tersebut tidak memiliki dokter spesialis saraf.
Afnan kemudian dibawa ke Baby Memorial Hospital di Kozhikode. Di sana, Afnan ditangani dokter Rauf, seorang dokter anak.
Rangkaian fakta itu membantu dokter mendiagnosis penyakit tersebut tepat pada waktunya.
Sebelum Afnan dibawa ke rumah sakit, tiga orang telah meninggal di Kerala karena penyakit tersebut.
“Setelah itu [tiga orang meninggal], kami memberi tahu pemerintah karena ini adalah masalah kesehatan masyarakat dan iklan layanan masyarakat diluncurkan,” kata dokter Rauf.
Iklan layanan masyarakat itulah yang dibaca Siddiqui di media sosial.
Dokter melakukan tes pada Afnan yang membantu mendeteksi keberadaan ameba dalam cairan serebrospinal pada otak dan sumsum tulang belakang remaja tersebut.
Dokter lantas memberikan kombinasi obat antimikroba dengan menyuntikkannya ke tulang belakangnya.
Penanganan juga meliputi pemberian Miltefosine – obat yang tidak tersedia di India dan diimpor dari Jerman.
“Pemerintah telah mengimpornya ketika kasus serupa dilaporkan. Obat ini digunakan untuk penyakit langka di India namun harganya tidak terlalu mahal,” kata dokter Rauf.
“Pada hari pertama, pasien tidak terlalu sadar karena kejang. Dalam tiga hari, kondisi Afnan mulai membaik,” tambahnya.
Seminggu kemudian, dokter mengulangi tes dan tak lagi menemukan amuba pada tubuh Afnan.
Kendati demikian, Afnan akan terus meminum obat untuk bulan depan. Setelah itu dia berencana untuk melanjutkan studinya.
Pengalaman ini meninggalkan dampak besar pada Afnan, yang mengatakan ia kini ingin mengambil gelar sarjana keperawatan.
“’Perawat bekerja sangat keras untuk pasien’, kata dia kepada dokter,” kata ayah Afnan, MK Siddiqui.