Perusahaan BUMN China Siapkan 15.000 Satelit Pesaing Starlink
Sebuah perusahaan milik negara (BUMN) China dilaporkan bersiap meluncurkan 15.000 satelit ke orbit rendah Bumi atau Low Earth Orbit (LEO).
Konstelasi satelit ini dirancang untuk menyaingi jaringan internet global Starlink milik Elon Musk.
Starlink dioperasikan oleh perusahaan antariksa milik Musk, SpaceX, sejak 2019. Starlink dilaporkan memiliki sekitar 6.206 satelit aktif per Juli 2024 dengan estimasi 3 juta pelanggan di seluruh dunia per Mei 2024.
Menurut laporan Reuters, peluncuran satelit LEO China tersebut akan dipimpin oleh perusahaan telekomunikasi Shanghai Spacecom Satellite Technology (SSST).
Peluncuran disebut akan berlangsung di Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan, salah satu pusat peluncuran satelit dan rudal utama China, yang terletak di provinsi utara Shanxi.
Peluncuran satelit LEO ini merupakan bagian dari rencana "Konstelasi Seribu Layar" SSST, yang juga dikenal sebagai "G60 Starlink Plan". Proyek ini sudah dimulai sejak tahun lalu. Misinya adalah menyebar lebih dari 15.000 satelit ke orbit Bumi rendah (LEO).
Rencananya, SSST bakal meluncurkan sebanyak 108 satelit tahun ini. Kemudian disusul 648 satelit pada akhir 2025. Selanjutnya, SSST berencana menyediakan "cakupan jaringan internet global" pada 2027, dan menyebarkan 15.000 satelit sebelum 2030.
Satelit LEO beroperasi pada ketinggian 300 km hingga 2.000 km dari permukaan Bumi dan memiliki keuntungan berbiaya lebih murah dan menyediakan transmisi yang lebih efisien daripada satelit di orbit yang lebih tinggi.
Starlink dinilai sebagai ancaman
Peluncuran satelit LEO oleh SSST ini merupakan satu dari tiga rencana besar China yang diharapkan dapat menutup kesenjangan dengan layanan Starlink.
Di China, Starlink dianggap sebagai ancaman serius. Pada Januari, sebuah opini yang diterbitkan dalam corong Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) menggambarkan bahwa penyebaran Starlink sebagai "ancaman serius terhadap keamanan aset antariksa berbagai negara".
Peneliti China di PLA mempelajari penyebaran Starlink dalam perang di Ukraina selama dua tahun terakhir, sebagaimana dihimpun dari Reuters. Dari situ, peneliti berulang kali memperingatkan tentang risiko yang ditimbulkannya bagi China, jika Negeri Tirai Bambu itu terlibat dalam konflik militer dengan Amerika Serikat.